Hanang Soejoedi, 099913506M
(2002)
UPAYA MENURUNKAN KEMATIAN HAJI MELALUI PENYEMPURNAAN PROSEDUR STANDAR PENYARINGAN DAN PENDAMPINGAN KESEHATAN JEMAAH HAJI EMBARKASI SURABAYA.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Departemen Kesehatan bertugas dan bertanggung jawab dalam upaya pengamanan kesehatan haji, dengan tujuan tercapainya kondisi kesehatan jamaah calon haji dari jamaah haji yang optimal, trampil dan mandiri, dan tercegah keluar masuknya penyakit menular dari dan ke Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kegiatan persiapan kesehatan jamaah calon haji yaitu penyaringan kesehatan untuk menentukan kategori, pembinaan kesehatan jamaah calon haji risiko tinggi, persiapan pemberangkatan, pendampingan kesehatan selama perja1anan dan pelayanan kesehatan paripurna di Arab Saudi. Pada kenyataannya bahwa terdapat ketidak sesuaian antara sebab kematian dengan jenis risiko tinggi yang ditentukan pada tahap penyaringan kesehatan, dan adanya kematian pada jamaah haji kategori sehat. Angka kematian jamaah haji embarkasi Surabaya sejak tahun 1997 sampai dengan 2000 selalu lebih tinggi dari angka Nasional. Terdapat 46 kasus kematian haji di tahun 1999, 22 kasus atau 47,83% tergolong risiko tinggi penyakit. 18 kasus atau 39,13% tergolong usia lanjut dan 6 kasus atau 12,50% tergolong sehat. Sedangkan dari 109 kasus kematian haji di tahun 2000, 42 kasus atau 38,53% tergolong risiko tinggi penyakit. 2 kasus atau 1,83% tergolong usia lanjut dan 65 kasus atau 59,63% tergolong sehat. Sebab kematian terbanyak adalah kardiovaskuler dan paru. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya penurunan kematian haji melalui rekomendasi penyempurnaan system penyaringan kesehatan calon haji dan pemantauan (pendampingan) kesehatan perjalanan haji di Embarkasi Haji Surabaya, berdasarkan penilaian kepekaan penyaringan kesehatan, mempelajari kematian haji berdasarkan berbagai karakteristik dan mempe1ajari pe1aksanaan prosedur standar penyaringan kesehatan di Puskesmas dan pelaksanaan pemantauan (pendampingan) kesehatan perja1anan haji. Rancang bangun penelitian ini adalah penelitian observasional, dilakukan secara cohort retrospective. Sebagai populasi adalah jamaah haji meninggal Embarkasi Surabaya tahun 2001 sebanyak 115 orang. Sebagai sampel ada1ah jamaah haji meninggal asal Propinsi Jawa Timur tahun 2001 sebanyak 95 orang, Sebagai responden adalah 87 orang dokter Puskesmas di Jawa Timur yang melakukan penyaringan kesehatan calon haji dan 52 orang dokter pendamping kelompok terbang Embarkasi Surabaya. Teknik pengumpu1an data dengan menggunakan indepth interview dan lembar pengumpul data. Sebagai hasil penelitian adalah distribusi jamaah haji asa1 Propinsi Jawa Timur tahun 2001, hampir 80% berasal dari wilayah Karesidenan Surabaya 30,09%, Karesidenan Malang 18,76%, Karesidenan Madura 15,38% dan Karesidenan Besuki 13,55%. Dari 37 Kabupaten Kota yang ada di Propinsi Jawa Timur, terdapat kematian haji pada 29 Kabupaten/Kota dan 19 Kabupaten Kota diantaranya mempunyai angka kematian yang lebih tinggi dari angka kematian Propinsi Jawa Timur (0,21%). Haji risiko tinggi yang meningga1 sebesar 0,4% dan jamaah haji sehat yang meninggal sebesar 0,07%. Sebagai penyebab adalah penyaringan kesehatan yang tidak akurat dalam menentukan kategori, kurangnya pembinaan kesehatan oleh Puskesmas se1ama menunggu waktu keberangkatan, kurangnya pemantauan kesehatan selama perjalanan dan adanya niat dari jamaah haji untuk meninggal di Arab Saudi. Kematian haji laki laki cenderung meningkat dari perempuan cenderung menurun. Kematian meningkat seja1an dengan bertambahnya usia, Sebab kematian secara berturut turut yang tertinggi adalah penyakit kardiovaskuler, penyakit paru dan penyakit hati. Lokasi kematian terbanyak adalah di Rumah Sakit Arab Saudi, di pondokan dari di Balai Pengobatan Haji Indonesia. Kota tempat kematian yang tertinggi adalah Makkah diikuti Madinah, Mina dan Jeddah. Adanya kematian di pondokan menunjukkan bahwa terdapat kelemahan monitoring oleh dokter pendamping dan haji sakit menolak dirujuk Pada pelaksanaan prosedur standar penyaringan kesehatan, pelaksanaan penyaringan kesehatan 97% tidak didahului pelatihan dan pelaksanaan berdasarkan buku petunjuk pelaksanaan pemeriksaan dan pembinaan calon haji yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan. 89% Puskesmas yang melakukan penyaringan kesehatan tidak melakukan pembinaan kesehatan dengan alasan tempat tinggal jauh dari Puskesmas, sudah ikut kelompok bimbingan haji, takut diketahui penyakitnya dan dilarang berangkat, Calon haji yang telah mendapatkan buku kesehatan haji menganggap bahwa persyaratan kesehatan sudah terpenuhi. Rekomendasi penyempumaan prosedur standar adalah sebelum dilaksanakan penyaringan kesehatan, (1) Kabupaten Kota melaksanakan pelatihan program bagi Puskesmas yang melakukan penyaringan kesehatan, (2) Puskesmas harus melakukan pembinaan kesehatan kepada seluruh calon haji di wilayahnya, berdasarkan petunjuk teknis yang dibuat berdasarkan jenis penyakit dan Kabupaten Kota melakukan monitoring dan eva1uasi pelaksanaannya, (3) Hasil penyaringan kesehatan dipergunakan sebagai salah satu syarat penyetoran biaya perjalanan haji, dan merupakan informasi yang tepat bagi subsistem penyelenggaraan kesehatan hajj tahap berikutnya. Pada pelaksanaan pendampingan kesehatan di kelompok terbang, bahwa monitoring haji risiko tinggi tidak dapat terlaksana sesuai prosedur standar, karena berbagai sebab, antara lain (a) dokter pendamping belum mengenal calon hajj yang didampinginya, (b )pengaturan tempat duduk di pesawat, (c) penempatan haji risiko tinggi di bis dan di pondokan (d) pondokan yang terpencar pencar (e) kesulitan untuk mendapatkan sarana angkut untuk merujuk (refer) haji sakit, dan (f) kurangnya obat baik jumlah maupun jenis. Rekomendasi penyempumaan prosedur standar adalah (1) rekrutmen dokter pendamping sesuai dengan daerah asal haji yang didampingi, (2) kondisi kesehatan dokter pendamping mutlak disyaratkan, (3) Pelatihan dokter dan perawat pendamping perjalanan haji diutamakan pada substansi manajemen pengurangan faktor fisiko kesehatan selama perjalanan haji, (4) Sesuai prinsip keadilan dan keseimbangan( equity), dibentuk kelompok terbang khusus fisiko tinggi, dengan tenaga dan alat kesehatan yang spesifik, pondokan yang sesuai, pengaturan diet yang ketat, waktu tinggal di Arab Saudi lebih singkat dan kalau perlu dengan biaya yang lebih mahal.dan (5) Meningkatkan kerjasama tim dalam kelompok terbang, mengikutsertakan ketua regu dan ketua rombongan dalam monitoring kesehatan haji risiko tinggi. </description
Actions (login required)
|
View Item |