Retno Budiarti, 090114583
(2003)
EVALUASI HASIL PEMERIKSAAN KUMAN Mycobacterium tuberculosis PADA PENDERITA SUSPEK TUBERKULOSIS DENGAN HAPUSAN DAHAK NEGATIF MENGGUNAKAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, tetapi dalam konteks diagnosis TB dalam strategi DOTS, hanya akan dibicarakan peranan pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung dan foto rontgen dada yang merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan mikroskopis dengan pengecatan Ziehl Neelsen untuk mendeteksi BTA adalah metode yang paling cepat dan murah tetapi kurang dalam hal sensitifitas dan spesifitasnya. Kelemahan dalam hal sensitivitas yaitu hanya dapat mendeteksi Mycobacterium bila jumlahnya - 5000 per ml dahak, sedangkan kelemahan dalam spesifitas adalah tidak dapat membedakan antara M. tuberculosis dengan species mycobacterium yang lain. Dilain pihak membutuhkan waktu 6 8 minggu untuk mengkultur kuman M. tuberculosis, karena pertumbuhannya lambat, maka identifikasi spesimen dan penentuan kepekaan obat juga dapat terlambat. Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu metode diagnosis biologi molekuler yang mendasarkan pada deteksi fragmen DNA yang spesifik untuk kuman tertentu. Untuk itu dipergunakan primer yang spesifik terhadap mikroba yang dicari. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis BTA dan radiologis, dengan menggunakan uji PCR. Sehingga dapat diketahui seberapa banyak penderita yang dinyatakan tuberkulosis dengan BTA negatif dan hasil rontgen positif, yang memberikan hasil positif dengan PCR., dan seberapa banyak pula penderita yang dinyatakan bukan tuberkulosis dengan BTA negatif dan hasil rontgen negatif, yang memberikan hasil positif dengan PCR. Dilakukan pengambilan sampel di Instalasi Rawat Jalan Paru RSUD Dr Soetomo Surabaya selama kurang lebih 3 bulan (Februari Mei 2003), setiap penderita yang memenuhi kriteria penerimaan sampel telah diperiksa oleh klinisi dan kemudian didiagnosis sebagai Suspek Tuberkulosis Paru. Setelah itu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (pemeriksaan kuman BTA) sebanyak 3 kali berturut turut ( Sewaktu Pagi Sewaktu ) serta pemeriksaan foto rontgen dada pada masing masing penderita. Dari penderita Suspek Tuberkulosis tersebut, diambil sebanyak 80 penderita dengan hasil pemeriksaan BTA yang negatif (yakni SPS +, , atau sebagai sampel, kemudian dari keseluruhan sampel yang telah terkumpul tersebut diperiksa sisa sputumnya dengan PCR. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan pembagian penderita berdasar hasil pemeriksaan rontgen, yakni penderita dengan hasil rontgen positif yang terdiagnosis tuberkulosis paru dan penderita dengan hasil rontgen negatif yang tidak terdiagnosis tuberkulosis paru, ternyata menunjukkan gambaran yang berbeda. Pada sampel dengan hasil rontgen negatif sebanyak 48 penderita, 16 orang diantaranya hasil PCR nya positif (33,33%), dan dari sampel dengan hasil rontgen positif sebanyak 32 sampel, sebanyak 30 sampel tetap positif setelah diperiksa dengan PCR (93,75%). Dapat dilihat bahwa dari 80 sampel BTA negatif sebelum dilakukan pemeriksaan PCR, terdapat 32 sampel (40%) yang terdiagnosis TB Paru berdasarkan hasil rontgen yang mendukung. Setelah dilakukan permeriksaan PCR terdapat penambahan sampel yang positif dengan. PCR sebanyak 16 penderita (20%) sehingga jumlah penderita terdiagnosis TB paru menjadi 48 (60%). Kelompok BTA negatif rontgen negatif adalah kelompok yang tidak terdiagnosis sebagai Tuberkulosis Paru, ternyata prosentase PCR positifnya cukup besar. Dari sampel dengan hasil rontgen negatif, sebanyak 16 sampel (33,33%) menunjukkan hasil PCR positif yang berarti pada penderita terkandung kuman M. tuberculosis dalam sputumnya. Apakah tingginya hasil PCR positif atau rendahnya hasil pemeriksaan rontgen negatif ini juga akibat rendahnya status imunitas penderita ataukah karena penderita penderita ini masih baru saja terinfeksi, belum bisa dijelaskan pada penelitian ini. Pada penelitian ini teknik PCR yang digunakan adalah Single PCR dengan target amplifikasi adalah segmen pada IS 6110 sepanjang 123 pasangan basa. Primer yang digunakan telah diuji pada 27 spesies non Mycobacteria dan. Mycobacterium tuberculosis complex, hasilnya hanya spesifik untuk M.tuberculosis kompleks. Primer yang digunakan tidak menggandakan DNA bakteri yang lain yang terdapat pada spesimen. Pada penderita dengan hasil rontgen positif yang menderita tuberkulosis paaru ternyata hasil PCRnya negatif, hal ini bisa terjadi karena adanya infeksi oleh kuman tahan asam selain M. tuberculosis complex, seperti M. avium atau oleb karena kuman yang lain. Disebutkan bahwa dari jumlah penderita tuberkulosis paru, sekitar 3% diantaranya disebabkan oleh infeksi kuman batang tahan asam selain Mycobacterium complex, hal ini terjadi terutama pada penderita dengan HIV AIDS. Dari hasil penelitian terlihat bahwa dari 48 penderita dengan hasil rontgen negatif dan tidak diobati sebagai penderita tuberkulosis paru, ternyata 16 penderita (33,33%) diantaranya memberikan hasil positif dengan pemeriksaan PCR, yang berarti terdap kuman M. tuberculosis pada sputumnya. Apakah penderita ini perlu diobati sebagai penderita tuberkulosis paru, hal ini perlu pembabasan tersendiri dengan para klinis Tetapi secara teoritis mikrobiologi bahwa penderita ini adalah orang yang pada sputumnya mengandung kuman M. tuberculosis dan dapat menularkan ke orang lain dengan derajat tertentu. </description
Actions (login required)
|
View Item |