SUPRIANTO
(2002)
PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING) DI LINGKUNGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DALAM RANGKA PENYALURAN DANA PINJAMAN.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Prinsip kehati-hatian sebagai rambu-rambu dalam menjalankan operasional perbankan, termasuk BPR telah diatur secara tegas dalam Undang-undang Perbankan. Selain itu juga diatur dalam aturan pelaksana yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas dan pembina bank. Prinsip kehatihatian dalam penyaluran dana pinjaman/kredit yang perlu diperhatikan oleh BPR sebagaimana diatur dalam pasal 8 dan 15 Undang-undang Perbankan adalah mengenai the 5 c's of credit analysis. Selain itu dalam aturan pelaksana yang ditetapkan Bank Indonesia (Pakmei), terdapat kewajiban penyediaan kecukupan modal dan batas maksimum pemberian kredit bagi BPR, karena pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat menyebabkan penurunan tingkat kesehatan bank. Bahkan dapat menyebabkan BPR tersebut berada dalam pengawasan khusus dan tidak tertutup kemungkinan ijin usaha BPR akan dicabut. Kredit bermasalah yang terjadi di BPR pada umumnya timbul dari dua sisi yakni ekstem (debitur) dan intern (bank). Dari sisi ekstern timbul karena usaha debitur gaga) atau kredit yang diterima digunakan tidak sesuai dengan permohonan (konsumtif). Dari sisi intern akibat dari lemahnya tenaga account officer (AO). Ini terjadi karena terlalu banyaknya jenis pekerjaan yang dibebankan kepada AO, pendidikan AO rendah, gaji yang diterima tidak sepadan dengan load pekerjaan yang dilakukan yakni mulai dari mencari nasabah kredit dan deposan, menganalisa permohonan kredit, menyiapkan perjanjian kredit, monitoring kredit ke nasabah (debitur) sampai pekerjaan penagihan dan penyelesaian kredit bermasalah. Upaya BPR dalam mengatasi kredit bermasalah pada dasarnya dilakukan secara preventif dan penyelesaian secara langsung. Pencegahan timbulnya kredit bermasalah secara preventif dilakukan dengan melalui pendeteksian masalah secara dini pada saat sebelum kredit dicairkan dan setelah kredit cair. Selanjutnya apabila dalam deteksi dini dijumpai gejala-gejala awal yang mengarah timbulnya kredit bermasalah, misalnya debitur telah menunggak angsuran, maka bank biasanya menindaklanjuti dengan membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh debitur. Penyelesaiannya diupayakan tidak memberatkan debitur, dan mendahulukan penyelesaian secara kekeluargaan terlebih dahulu. Penyelesaian secara hukum dengan mengeksekusi barang jaminan merupakan penyelesaian tahap akhir. Langkah awal biasanya bank menyurati debitur (sampai tiga kali). Apabila langkah tersebut belum berhasil, biasanya dilakukan dengan menakut-manukuti debitur secara psikologis sehingga bersedia membayar kembali pinjamannya. Langka': selanjutnya bank melakukan bantuan pihak ketiga yaitu seorang mediator yang disegani dan ditakuti oleh debitur, misalnya kepala desa (lurah). Apabila langkah ini masih belum berhasil, bank baru melakukan proses penyelesaian kredit bermasalah secara hukum.
Actions (login required)
|
View Item |