Echwan Iriyanto, 090214838 M (2005) PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM UNDANG - UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERPU NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2006-iriyantoec-772-th.04_06.pdf Download (846kB) | Preview |
|
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2006-iriyantoec-772-th.04_06.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Sebagai salah satu jenis dari Activities of Transnationa/ Criminal Organizations, terorisme merupakan kejahatan yang sangat ditakuti karena ancaman dan akibat yang ditimbulkan cukup luas. Ancaman tersebut meliputi ancaman terhadap kedaulatan negara, masyarakat, individu, stabilitas nasional, nilai-nilai demokratis dan lembaga-lembaga publik, ekonomi nasional, lembaga keuangan, demokratisasi, privatisasi, dan juga pembangunan. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 tanggal 28 September 2001, Indonesia dalam penanggulangan ancaman terorisme diseluruh tanah air, telah mengundangkan Undang-undang No. 15 Tabun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang. Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan undangundang dan pendekatan konsep. Pendekatan ini digunakan guna melihat semaksimal mungkin aspek-aspek yuridis dan konsep dari upaya perlindungan korban tindak pidana terorisme melalui pemberian kompensasi dan restitusi. Berdasarkan tujuan untuk mengkaji secara teoritis tentang tanggung jawab negara dalam pemberian kompensasi terhadap korban tindak pidana terorisme dan pengajuan restitusi oleh korban korban tindak pidana terorisme terhadap pihak ketiga, maka diperoleh kesimpulan bahwa kompensasi bukan merupakan bagian dari pemidanaan. Oleh sebab itu pemberian kompensasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang, merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara untuk memenuhinya sebagai perwujudan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan pemerataan keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Sedangkan restitusi merupakan bagian dari pemidanaan sehingga pemenuhannya menjadi tanggungjawab pribadi pelaku. Terhadap pengajuan restitusi oleh korban tindak pidana terorisme, negara dapat berkedudukan sebagai pihak ketiga untuk memberikan ganti kerugian terhadap korban, sebagai jaminan perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang akibat kerugian yang ditimbulkan pelaku tindak pidana terorisme. Saran yang diajukan dalam penulisan tesis ini adalah bahwa penetapan lembaga kompensasi dan restitusi harus diberikan dasar pembenaran bagi pemberlakuannya; pengaturan lembaga Kompensasi dan Restitusi seharusnya diatur dalam bab yang terpisah, dimana pelaksanan pemberian kompensasi terhadap korban sebaiknya diserahkan dan ditangani oleh badan khusus dan independen; pengaturan lembaga restitusi dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang harus lebih diperjelas terutama yang berkaitan dengan status restitusi, kedudukan pihak ketiga dan upaya hukum dari korban apabila pelaku tindak pidana terorisme tidak mampu membayar restitusi tersebut; serta perlunya segera diundangkannya Undang-undang tentang perlindungan korban yang didalamnya mengatur tentang semua aspek perlindungan terhadap korban kejahatan.
Actions (login required)
View Item |