SUFYANTO, 090315095 M (2005) DISKURSUS POLITIK INTELEKTUAL (Studi Iklan Freedom Institute dalam Menyikapi Kenaikan BBM 2005). Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2006-sufyanto-1802-ts20_06.pdf Download (824kB) | Preview |
|
|
Text (Halaman Depan)
36027_Part1.pdf Download (205kB) | Preview |
|
|
Text (Fulltext1)
36027_Part2.pdf Download (1MB) | Preview |
|
|
Text (Fulltext2)
36027_Part3.pdf Download (1MB) | Preview |
|
|
Text (Lampiran)
36027_Part4.pdf Download (150kB) | Preview |
Abstract
Studi ini merupakan kajian wacana, dengan tema "Diskursus Politik Intelektual: Studi Iklan Freedom Institute dalam Menyikapi Kenaikan BBM 2005." Tema ini diangkat karena merupakan sejarah baru intelektual Indonesia. Intelektual beriklan me-labelling dengan mendukung pengurangan subsidi BBM yang akan dilakukan pemerintah, sebuah masalah yang memiliki implikasi sosial yang amat besar pada persoalan keadilan dan kemiskinan. Dari sinilah kemudian terjadi perdebatan yang tajam di antara kaum intelektual yang pro maupun yang kontra. Sisi lain melahirkan wacana dominan (domination discourse) di pihak Freedom Institute sebagai produsen. Sedangkan intelektual pihak lain sebagai "other" telah membentuk diskursus oposisi (oposition discourse). Maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui akar persoalan, bagaimana bisa terjadi perbedaan yang tajam antar inter-intelektual tentang pemahaman atas kenaikan BBM, bagaimana pula memahami posisi. intelektual dalam konteks ini, dan adakah yang salah dari komunikasi politik intelektual itu. Penelitian ini mempersoalkan public political discourse, maka metode hermeneutika sosial dan deskriftif-historis yang dipilih dipandang sangat tepat mengingat data-data temuan hampir seluruhnya dalam bentuknya teks, walaupun bukan selamanya data sekunder (secondary data). Sebab metode ini memberi peluang untuk melakukan interview dalam melakukan kroscek atas data-data temuan penulis. Dari metode ini kemudian ditemukan beberapa model pendekatan tentang kaum intelektual lewat wacana yang dikomunikasikan dengan media apapun, tetapi yang jadi penelitian di sini adalah media Kompas. Dengan pembatasan pengertian Wacana di sini adalah segala ujaran, tulisan atau keyakinan yang dengan hal itu dunia bisa diketahui dan dipahami. Gagasan apapun yang lahir tentu tidaklah lepas dari konteksnya dan di ruang hampa (ex nihilo). Iklan intelektual yang dikoordinir oleh Freedom Institut di sini juga tentu memiliki sejarah dengan konteksnya sendiri yaitu dengan kekuasaan. Lewat Identitas Freedom Institute: Center for Democracy, Nationalism and Market Economy Studies, semuanya telah terjawab. Sesuai dengan namanya ini, Freedom Institute berpihak pada demokrasi, nasionalisme dan ekonomi pasar. Namun ekonomi pasarlah yang mendorong dan menjadi gairah iklan intelektual itu. Dengan berpijak pada beberapa teori tentang dikursus intelektual dan kekuasaan, seperti dari Antonio Gramsci, Harry Julien Benda, Michel Foucault dan Edward W. Said, kemudian ditemukan akar masalah terjadinya sebuah perbedaan pandangan yang tajam antar inter-intelektual itu. Akar masalah itu adalah perbedaan orientasi keberpihakan yang dimiliki oleh masing-masing kaum intelektual. Freedom Institute yang didukung oleh 36 Intelektual terkemuka sebagai produsen iklan melahirkan diskursus dominan (domination discourse) karena keberpihakan kepada ekonomi pasar. Keperpihakan ini sangat bertentangan dengan keberpihan pada intelektual lain yang kemudian berposisi sebagai diskursus oposisi (oposition discourse), perspektif ini intelektual lebih mendasarkan keberpihakan pada moral dan kemanusiaan (humanism). Dari sini kemudian dapat disimpulkan posisi masing-masing kaum intelektual dalam menyikapi kenaikan BBM awal 2005 itu. Studi ini turut menegaskan dan membenarkan bahwa intelektual yang terlanjur dianggap sebagai kelompok elit dalam mayarakat, ternyata juga tidak imun dari kejahatan dan kekerasan terselubung. Seperti bagaimana penjelasan Michel Foucault tentang power/knowledge di mana kebenaran yang diproduksi oleh intelektual bisa saja menjelma menjadi rezim kebenaran (regim of truth). Karena itu, keberpihakan pada pasar meskipun bagian mewujudkan demokrasi, namun di sisi lain, wacana itu juga bisa menindas rakyat. Karena dengan naiknya BBM juga pasti menyebabkan akan naiknya bahan-bahan disektor lain, yang kesemuanya itu akan melemahkan daya beli rakyat kecil. Temuan selanjutnya ada indikasi kegagalan komunikasi politik intelektual. Iklan intelektual di bawah koordinasi Freedom Institute itu dipandang telah kehilangan daya kritisnya, karena keberpihakannya pada pasar, tidak pada moralitas dan kemanusiaan (humanisme). Lebih mengerikan lagi bila dibaca dengan kacamata teori-teori di atas turut membenarkan intelektual bisa Baja menjadi agen (agent) neoliberalisme ataupun kapitalisme.
Item Type: | Thesis (Thesis) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 TS 20/06 Suf d | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | Intellectual, BBM advertising, Freedom Institute | |||||||||
Subjects: | H Social Sciences > HF Commerce J Political Science > JA Political science (General) T Technology > TD Environmental technology. Sanitary engineering > TP670-699 Oils, fats, and waxes |
|||||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu ilmu Sosial | |||||||||
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Depositing User: | Nn Anisa Septiyo Ningtias | |||||||||
Date Deposited: | 2016 | |||||||||
Last Modified: | 10 Jul 2017 19:29 | |||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/36027 | |||||||||
Sosial Share: | ||||||||||
Actions (login required)
View Item |