PERJANJIAN KREDIT DI BAWAH TANGAN ANTARA BANK DAN DEBITURNYA

Sari Ristiawati, 030310429 N (2006) PERJANJIAN KREDIT DI BAWAH TANGAN ANTARA BANK DAN DEBITURNYA. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2006-ristiawati-1829-tmk44_0-k.pdf

Download (423kB) | Preview
[img]
Preview
Text (Fulltext)
36050.pdf

Download (1MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Dalam praktek perbankan sekarang ini dituntut gerak langkah hidup yang cepat, praktis, dan efisiensi keadaan ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan. Berdasarkan hal tersebut banyak bank berlomba-lomba menarik nasabah dengan cara memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan. Salah satunya adalah banyak bank untuk menarik nasabahnya (debitur) untuk meminjam kredit di bank tersebut dengan perjanjian kredit di bawah tangan (tanda di hadapan pejabat notaris) atau disebut standart contract. Dengan menggunakan notaris selain mengeluarkan biaya juga memerlukan waktu yang relatif lebih lama daripada perjanjian kredit di bawah tangan walaupun daya kekuatan pembuktian akta di bawah tangan, tidak seluas dan setinggi derajat akta otentik. Akta Otentik memiiiki daya kekuatan yang melekat padanya. terdiri dari daya pembuktian luar, formil dan materiil. Tidak demikian halnya dengan akta di bawah tangan pada dirinya tidak melekat daya kekuatan pembuktian formil dan materiil dengan bobot kualitas yang jauh lebih rendah dibanding dengan akta otentik. Akta perjanjian kredit di bawah tangan memiliki ke.lemahan yaitu dalam Pasal 1876 BW menggartskan suatu ketentuan yang bersifat imperatif, yaitu diwajibkan kepada setiap orang untuk mengakui atau memungkiri tanda tangannya pada suatu akta bawah tangan yang ditunjukkan kepadanya maka bila pihak debitur menyangkal atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit yang telah dibuat. Dari penjelasan diatas, sebegitu rawan keadaan dan keabsahan akta bawah tangan apabila pihak lawan mengingkari tanda tangannya. Untuk memperkecil kerawanan itu, pihak perbankan dapat menempuh Cara melegalisir penandatanganan meialui cara-cara yang ditentukan Pasal 1874 a BW Perdata, artinya, tanda tangan para pihak yang tercantum dalam akta tersebut, disahkan kebenarannya oleh notaris atau pejabat yang berwenang untuk itu. Namun mleskipun akta bawah tangan telah dilegalisasi oleh notaris, hal itu tidak sampai mempunyai daya kekuatan pembuktian formil seperti yang dimiliki akta otentik. Seperti yang dijelaskan, daya kekuatan formil akta otentik, melahirkan anggapan hukum atas kebenaran tanda tangan dan tanggal yang tercantum dalam akta. Tidak demikan halnya dalani akta bawah tangan. Meskipun penandatanganan para pihak dilegalisir oleh notaris, Pasal 1874 a BW tidak memberi penegasan yang demikian atas tindakan itu. Oleh karena itu, walaupun penandatanganan akta bawah tangan dilegalisasi, tetap terbuka link para pihak menipergunakan Pasal 1876 BW untuk memungkiri tanda tangan tersebut. Cuma dengan adanya legalisasi, akan mempersulit para pihak untuk memungkiri kebenaran tanda tangan mereka. Dapat dilihat betapa besarnya urgensi tanda tangan dalam akta bawah tangan Kebenaran tanda tangan merupakan proses pertama pemeriksaan akta di bawah tangan. Jika tanda tangan dimungkiri pihak lawan, maka pihak yang mengajukan akta bawah tangan itu sebagat alat bukti hams berupaya mengajukan alat bukti lain untuk meinbuktikan kebenaran tanda tangan itu. Untuk menjadi bukti yang lengkap harus ditambah dengan alat-alat pembuktian lainnya. Lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit, saksi turut sertamembubuhkan tandatangannya karena saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata. Selain itu setiap bank telah menyediakan formulir/blanko perjanjian kredit; yang isi dari perjanjian tersebut telah dipersiapkan terlebih dahulu (telah dibakukan). Formulir tersebut disodorkan pada setiap pemohon kredit, telah dibakukan, menunjukkan pada kita bahwa perjanjian kredit dalam praktek perbankan adalah suatu perjanjian kredit standart. Debitur tidak mempunyai hak untuk mengubah atau memodifikasi perjanjian baku itu. Perjanjian ini dapat disebut sebagai take it or ,gave it contract. Oleh karena itu muncul berbagai pendapat, bahwa perjanjian baku bertentangan dengan Pasal 1320 BW maupun kesusilaan yaitu dalam pasai tersebut disebutkan untuk syarat sahnya perjanjian hangga ada kesepakatan. Mengamati kenyataan transaksi kredit sehari-hari, hampir setiap bank memiliki standar peranjian kredit sendiri-sendiri yang baku dan telah tercetak sehinga debitur tinggal menandatanganinya. Jika dikaitkan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, debitur disebut juga sebagai konsumen sedangkan kreditur (bank) disebut sebagai pelaku usaha. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam Bab V Tentang Ketentuan Pencantuunan klausula baku yang hanya terdiri 1 pasal, yaitu pasal 18 secara prinsip mengatur pencantuman klausula baku yang dilarang, dan asal 18 ayat (2) mengatur "bentuk" atau format, serta penulisan perjanjian baku yang; dilarang. Ini berarti bahwa pada prinsipnya Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha yaitu bank untuk membuat perjanjian baku atas setiap dokumen dan/atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku/atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana di larang dalam pasal 18 ayat 1, serta tidak "berbentuk" sebagaimana dilarang dalam pasal 18 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Konsuunen tersebut. Pihak-pihak dalani perjanjian adalah bebas menentukan aturan main yang mereka kehendaki dalam perjanjian tersebut, dan selanjutnya untuk melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai di antara mereka, selama dan sepanjang Para pihak tidak rnelanggar ketentuan mengenai klausa yang halal. Artinya, ketentuan yang diatur dalam perjanjian kredit tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-¬undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, kepatutan, dan kebiasaan yang berlaku umum di dalam masyarakat.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TMK. 44/06 Ris p
Uncontrolled Keywords: Perjanjian kredit
Subjects: K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K1000-1395 Commercial law > K1024-1132 Commercial contracts > K1066-1089 Banking
Divisions: 03. Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan
Creators:
CreatorsNIM
Sari Ristiawati, 030310429 NUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorMachsoen Ali, S.H., M.S.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Husnul Khotimah
Date Deposited: 2016
Last Modified: 10 Jul 2017 19:47
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/36050
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item