AULIYAA ARDHINAWATI PRAYITNO, 030810562 N (2010) LEMBAGA PARATE EKSEKUSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN DALAM KAITANNYA DENGAN FIAT PENGADILAN. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2011-prayitnoau-19783-tmk831-k.pdf Download (306kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2011-prayitnoau-16559-tmk8311.pdf Restricted to Registered users only Download (698kB) | Request a copy |
Abstract
Dana perkreditan sangat penting dalam kegiatan perekonomian, maka sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Lembaga jaminan yang dianggap paling efektif dan aman menurut lembaga perbankan adalah jaminan Hak Tanggungan, karena di dalam Hak Tanggungan terdapat kemudahan untuk mengidentifikasi obyek hak Tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, disamping itu hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan harus dibayar terlebih dahulu daripada tagihan yang lainnya dengan hasil pelelangan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Pemanfaatan lembaga eksekusi hak Tanggungan merupakan cara percepatan pelunasan piutang agar dana yang telah disalurkan tersebut dapat segera kembali kepada kreditor. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach) dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis menggunakan teknik Library Research yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan atau studi literatur dan dokumen yang ada. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, eksekusi atas benda jaminan tersebut dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: a. Parate eksekusi;b. Titel eksekutorial; dan c. Penjualan di bawah tangan. Dari ketiga eksekusi Hak Tanggungan tersebut, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai parate eksekusi. Pelaksanaan parate eksekusi yang terjadi dalam kurun waktu sejak diberlakukannya UUPA sampai dengan UUHT tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan oleh bank selaku kreditor, karena dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Repulik Indonesia No. 3210 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986, yang salah satu ratio decidendi dalam putusan tersebut menyatakan, pelaksanaan pelelangan diklaksanakan sendiri oleh Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Tergugat asal I (Bank- Kreditor)dan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri bandung, maka menurut Mahkamah Agung lelang umum tersebut bertentangan dengan Pasal 224 HIR, sehingga pelelangan tersebut tidak sah. Ciri pokok dari parate eksekusi berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri adalah eksekusi dilakukan tanpa fiat ketua pengadilan. Ketentuan Pasal 6 UUHT memberikan hak bagi pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi, pemegang Hak Tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan,tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan parate eksekusi. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang (kewenangan tersebut dipunyai demi hukum), maka Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut.
Actions (login required)
View Item |