REKNEL F. TUANKOTTA, 031141082 (2013) KONFLIK YURISDIKSI DALAM SENGKETA TRANSAKSI ELEKTRONIK. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2014-tuankottar-29788-5.abstr-i.pdf Download (315kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2014-tuankottar-29788-full text.pdf Restricted to Registered users only Download (903kB) | Request a copy |
Abstract
Bertransaksi ( bisnis ) pada dasarnya adalah membuat kontrak. Proses terjadinya kontrak dimulai dari pemberian penawaran (offer) sampai diterimanya penawaran tersebut (acceptance). Penawaran adalah pernyataan kehendak. Dengan demikian pernyataan dan kehendak merupakan dasar terikatnya suatu kontrak. Di dalam kontrak konvensional, seluruh proses tersebut dilakukan dengan bertemunya para pihak secara fisik. Kontrak elektronik berbeda dibandingkan dengan kontrak konvensional. Di dalam kontrak elektronik, semuanya dilakukan secara on line ( non face ) dan dapat dengan mudah melintasi batas negara. Akseptasi dilakukan dengan cara melakukan klik atau downloading. Kontrak (bisnis) yang dilakukan melintasi batas negara - dengan demikian terdapat unsur asing - dikategorikan sebagai kontrak bisnis internasional. Persoalan timbul apabila di dalam kontrak bisnis internasional tersebut, para pihak tidak mencantumkan klausul pilihan hukum (choice of law). Pilihan hukum adalah klausul dalam kontrak di mana para pihak menyatakan pilihan pada suatu sistem hukum yang akan mengatur kontrak mereka apabila terjadi konflik. Ada empat macam pilihan hukum, yaitu : pilihan hukum secara tegas; pilihan hukum secara diam-diam ; pilihan hukum secara dianggap ; dan pilihan hukum secara hipotesis. Apabila terjadi konflik, sementara para pihak di dalam membuat kontrak tidak mencantumkan klausul pilihan hukum, maka pertanyaannya : Apa yang menjadi dasar yurisdiksi kontrak atau transaksi elektronik tersebut ? Pengadilan mana yang berwenang secara hukum untuk mengadili apabila terjadi konflik yurisdiksi ? Terjadilah apa yang sering disebut sebagai conflict of laws. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang yurisdiksi. Secara konvensional, ada tiga bentuk yurisdiksi, yaitu : prescriptive jurisdiction atau legislative jurisdiction ; judicial jurisdiction ; dan enforcement jurisdiction. Sedangkan menurut prinsipnya, yurisdiksi terdiri dari : prinsip yurisdiksi territorial yang terbagi menjadi dua yaitu prinsip yurisdiksi territorial subyektif dan prinsip yurisdiksi territorial obyektif ; prinsip yurisdiksi personal yang juga terbagi menjadi prinsip yurisdiksi personal aktif dan prinsip yurisdiksi personal pasif ; prinsip yurisdiksi perlindungan ; dan prinsip yurisdiksi universal. Sedangkan menghadapi e-commerce yang berkembang pesat saat ini, telah berkembang pula pemikiran tentang yurisdiksi atas internet, yang terdiri dari : prinsip teritorial subyektif; doktrin pengaruh; dan targeting. Selain itu, perlu dipahami pula tentang saat terjadinya kontrak. Untuk itu ada beberapa teori : teori kehendak ( wilstheorie ); teori pernyataan; dan teori kepercayaan. Apabila penawaran dilakukan melalui surat menyurat maka ada : teori pernyataan teori pengiriman; teori pengetahuan ; dan teori penerimaan. Sedangkan untuk menentukan hukum mana yang berlaku maka dipergunakan teori – teori : lex loci contractus; lex loci solutionis; the proper law of the contract; the most characteristics connection; dan lex mercatoria. Berkaitan dengan e-commerce, ada pula beberapa teori, yaitu : the theory of the uploader and the downloader ; the theory of the law of the server; the theory of international space.
Actions (login required)
View Item |