MUHAMMAD YUSUF INDRA KELANA, 031214153018 (2014) KEWENANGAN PENYADAPAN DALAM PEMBUKTIAN GRATIFIKASI DAN SUAP DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2014-kelanamuha-30067-5.abstr-k.pdf Download (205kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2014-kelanamuha-30067-full text.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Konsep terbuka dari gratifikasi sering menjadi perdebatan dalam hubungannya dalam kasus gratifikasi dan suap, begitu juga sulitnya pembuktiannya dalam pembuktian terkait kasus gratifikasi dan suap. Karena sulit dalam pembuktiannya, maka penegak hukum menggunakan kewenangan penyadapan yang kemudian dilanjutkan operasi tangkap tangan untuk menjerat para pelakunya. Kewenangan penyadapan sebagai senjata ampuh dalam kasus gratifikasi dan suap, sehingga sering menjadi perdebatan terkait hasil, keabsahan maupun kedudukan dalam pembuktian terkait hasil kewenangan penyadapan berupa alat bukti elektronik. Dalam perkembangannya juga terdapat perbedaan atau inkonsistensi antar peraturan perundang undangan terkait penentuan alat bukti elektronik dalam pembuktian. Sehingga seharusnya tidak tepat lagi alat bukti elektronik dalam tindak pidana korupsi dikualifikasikan dalam alat bukti petunjuk, namun walaupun begitu alat bukti elektronik adalah termasuk dalam kualifikasi alat bukti petunjuk dan termasuk alat bukti sah yang dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam persidangan serta dapat berdiri sendiri sebagai barang bukti. Lebih lanjut Standart Operation Procedure (SOP) terkait penyadapan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) juga terdapat problem yuridis dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUUVIII/ 2010 dan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Tetapi walaupun terdapat problem yuridis, SOP KPK terkait penyadapan tersebut termasuk dalam peraturan perundang undangan sah tetap berlaku dan dapat digunakan sebagai pedoman tata cara dalam melakukan penyadapan oleh KPK. Oleh karena itu, seharusnya pengaturan terkait alat bukti elektronik tersebut lebih diperjelas agar terjadi keseragaman peraturan satu dengan lainnya. Selain itu SOP KPK dalam melakukan penyadapan tersebut seharusnya juga diatur secara lebih jelas pengaturan maupun dalam kedudukannya dalam peraturan perundang undangan agar tidak terjadi perdebatan dan multitafsir dikemudian.
Actions (login required)
View Item |