EDWARD MANURUNG, 031214153076 (2014) PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN MODA TRANSPORTASI UMUM OLEH PELAJAR DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2014-manurunged-31470-9.babi-p.pdf Download (251kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2014-manurunged-31470-full text.pdf Restricted to Registered users only Download (717kB) | Request a copy |
Abstract
Tindak pidana yang dilakukan pelajar adalah manifestasi dari bentuk aktualisasi diri dari kenakalan remaja. Berdasarkan timdak kekerasan yang dilakukan, pembajakan moda transportasi umum oleh pelajar merupakan jenis kekerasan kolektif, dengan spesifikasi yang berbeda dengan kekerasan lainnya berkaitan dengan subyeknya maupun motifnya, sehingga tidak mungkin dipertanggungjawabkan secara individu. Oleh karena itu ketentuan yang dapat diterapkan adalah : Pasal 170 Ayat (1) atau Ayat (2) jika kekerasan yang dilakukan mengakibatkan luka-luka, luka-luka berat atau meninggalnya orang lain. Akibat dari tindak pidana yang dilakukan pelajar maka tetap patut diberikan sanksi berupa : penangkapan, penahanan, pengadilan dan pemidanaan. Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi perlindungan terhadap anak, perkara anak yang berhadapan dengan hukum wajib disidangkan di pengadilan pidana anak yang berada di lingkungan peradilan umum. Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah anak. Namun, sebelum masuk proses peradilan, proses penyelesaian bisa diupayakan melalui luar jalur pengadilan, yakni melalui diversi berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Dalam Undang-Undang RI. No. 3 Tahun 1997, ketentuan diversi belum diatur, namun baru pada tanggal 31 Juli 2014 nanti akan diberlakukan Undang-Undang RI. No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pengadilan Pidana Anak. Sedangkan bentuk garis intinya bisa berbentuk materiil maupun immateriil
Actions (login required)
View Item |