Didik Eno Purwoleksono, SH (1992) PELAKSANAAN PRAPENUNTUTAN DALAM RELEVANSINYA DENGAN ASAS PERADILAN SEDERHANA CEPAT DAN BIAYA RINGAN. Universitas Airlangga, Surabaya. (Unpublished)
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-res-2014-purwolekso-32100-3.ringk-.pdf Download (172kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-res-2014-purwolekso-full-3.ringk-.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
KUHAP walaupun menyebut istilah prapenuntutan, tetapi tidak mengatur apa yang dimaksud dengan prapenuntutan itu. Dilihat dari pasal 14 KUHAP, sebenarnya prapenuntutan merupakan kewenangan penuntut umum untuk mengembalikan berkas perkara yang telah dilimpahkan oleh penyidik kepadanya. Dengan petunjuk yang diberikan oleh penuntut umum, diharapkan penyidik mampu membuat berkas perkara yang sempurna yang pada akhirnya memungkinkan penuntut umum membuat surat dakwaan yang memenuhi syarat formil dan materiil, serta jelas, lengkap dan cermat atas tindak pidana yang terjadi. Di sisi yang lain, masalah prapenuntutan ini berkaitan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Berpijak dari uraian tersebut di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah terhadap semua atau setiap berkas perkara harus melewati prapenuntutan? 2. Berapa kali seorang penuntut umum berhak atau boleh mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, sehingga dapat mencerminkan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan? Dalam rangka menjawab permasalahan di atas, pertama kali dilakukan studi kepustakaan dengan jalan melihat dan mempelajari peraturan perundang-undangan, pendapat-pendapat para pakar hokum yang erat kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian ini. Di samping itu, dilakukan wawancara dengan memakai sederet pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya (directive interview). Sesuai dengan cirri-ciri atau sifat-sifat yang melekat pada sampel yang dapat mewakili populasi, dalam penelitian ini digunakan metode purposive sampling dengan jumlah responden 20 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua atau setiap perkara baru melewati prapentuntutan. Hanya perkara-perkara tertentu saja yaitu yang kurang sempurna saja yang melewati prapenuntutan. Ditinjau dari.praktek prapenuntutan dari Kejaksaan Negeri Surabaya ke Polwiltabes Surabaya, yaitu bolak-balik berkas perkara berkisar antara 1 -2 kali, maka memang hal ini bisa dianggap sudah mencerminkan peradilan sederhana, cepat. dan biaya ringan. Namun demikian, dangan masih banyaknya perkara yang tidak dapat disempurnakan oleh pibak Polwiltabe Surabaya dan juga masih banyaknya perkara yang tidak kembali ke Kejaksaan Negeri Surabaya. hal 1ni menunjukkan belum mencerminkan asas peradilan sederhana, cepat. dan biaya ringan. KUHAP sendiri tidak mengatur berapa kali proses prapenuntutan tersebut. Sedangkan faktor-faktor penghambat prapenuntutan, berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu; 1. perbedaan pendapat di kalangan aparat; penegak hukum tentang peristiwa tindak pidana; 2. sikap instansi sentris di kalangan aparat penegak hukum; 3. keterbatasan kemampuan teknis yuridis penanganan petugas; 4. keterbatasan sarana dan prasarana (fasilitaa pendukung); 5. jumlah personil. Sebagai saran yang pertama, perlu lebih diintensipksn kerja sama antar aparat penegak hukum, khususnya antara penyidik dengan kejaksaan. Di pihak lain, perlu lebih ditanamkan dalam hati sanubari para aparat penegak hukum, babwa mereka berkewajiban untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, yang dalam hal ini adalah tersangka.
Actions (login required)
View Item |