Moerdiati Soebagyo, S.H., M.S and Umar Hasyim, S.H and Afdol, S.H., M.S and Liliek Kamilah, S.H and Naniek Endang Wrediningsih, S.H (1993) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN GANTI KELAMIN SUATU STUDI PENELUSURAN YURISPRUDENSI DAN KEPUSTAKAAN. UNIVERSITAS AIRLANGGA, Surabaya. (Unpublished)
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-res-2014-soebagyomo-32162-3.ringk-.pdf Download (174kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-res-2014-soebagyomo-32162-full text.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Di masyarakat terdapat pria yang berpenampilan sebagai wanita (waria), yang merasa lebih mantap apabila benar-benar menjadi wanita. Untuk mencapai tujuannya, mereka meminta bantuan para dokter untuk mengubah jenis kelaminnya dengan cara operasi ganti kelamin. Setelah dilakukan operasi ganti kelamin permasalahan hukum muncul. Mereka ingin mendapat pengakuan hokum terhadap perubahan penampilannya sebagai wanita. Karena itu mereka mengajukan permohonan ke hadapan hakim agar status hukumnya diganti disesuaikan dengan penampilannya yang baru, sekaligus dengan mengganti namanya menjadi nama wanita. Dengan demikian mereka merasa aman, karena telah mendapat pengakuan masyarakat dan hokum sebagai wanita. Dunia pendidikan hukum terutama di Fakultas Hukum perlu mengetahui, mengenal dan mempelajari hokum dalam praktiknya. Penilitian ini menitikberatkan untuk meniliti dan memahami penetapan-penetapan hakim dalam menangani kasus-kasus langka yaitu permohonan ganti kelamin. Dengan menelaah penetapan-penetapan hakim terutama pertimbangan-pertimbangan hukumnya di mana hakim harus menggali dan menemukan kaidah-kaidah hukum dalam masyarakat (rechtsvinding), mahasiswa dapat mengadakan studi komparasi antara ilmu hukum dalam teori (law in the books) dengan hukum dalam praktiknya (law in actions). Penelitian ini berhasil mengmpulkan enam berkas penetapan pengadilan negeri yang mengabulkan permohonan ganti kelamin. Pada umumnya permohonan itu disertai pula permohonan ganti nama. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu pengadilan-pengadilan negeri di Jawa, di wilayah mana diperikirakan terdapat anggota masyarakat yang memiliki sifat seperti waria ( wanita pria). Pengadilan-pengadilan negeri yang pernah memeriksa dan menyelesaikan perkara permohonan kelamin ini ialah Pengadilan-pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pekalongan, Semarang dan Surabaya. Ternyata di pengadilan-pengadilan negeri lain belum pernah menangani kasus serupa. Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa operasi ganti kelamin dari wanita menjadi pria hingga saat ini belum pernah diajukan ke pengadilan. Cara menganalisis pertimbangan-pertimbangan hakim dilakukan dengan menggunakan metode induktif. Dari seluruh pertimbangan-pertimbangan hakim dapat ditarik titik-titik persamaannya dan dicari sinkronisasinya dalam suatu kaidah hokum tertentu, walaupun tidak ada ketentuan hokum tertulis yang mengatur kasus ini. Memang tidak semua butir-butir penetapan itu sama, namun semuanya menggunakan dasar pertimbangan serupa yaitu menggunakan asas hokum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di mana pencari keadilan (pemohon) hidup dan dibesarkan. Dasar pertimbangan hokum untuk mengabulkan permohonan pemohon bertumpu pada: pertimbangan fisik pemohon, kewenangan mengadili, ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan nasihat para ahli. Semua permohonan dikabulkan oleh hakim, karena pemohon telah berpenampilan sebagai wanita sebab telah melakukan operasi ganti kelamin terlebih dahulu. Penetapan hakim lebih menyerupai pengukuhan status pengukuhan status pemohon yang baru yang telah berpenampilan sebagai wanita. Namun setengah data penelitian menunjukkan kurangnya perhatian terhadap pentingnya pencatatan perubahan status pemohon dalam pencatatan resmi (pemerintah) agar diketahui oleh umum. Untuk mengantisipasi hal-hal yang muncul di luar ketentuan hukum, seyogyanya hakim menerapkan interpretasi untuk masa mendatang (future interpretation).
Actions (login required)
View Item |