ADIANTI,ANGGANA MAHARDDHIKA, 051211131001
(2016)
PROFIL PENGGUNAAN NISTATIN
PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN KANDIDIASIS
(Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang).
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang mampu menghancurkan sel-sel CD4 yang berfungsi melawan infeksi pada sistem kekebalan tubuh. HIV dapat berkembang lebih lanjut menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yaitu sekelompok kondisi medis yang menunjukkan lemahnya kekebalan tubuh sering berwujud infeksi ikutan (infeksi oportunistik). Berkembangnya HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu sekitar 2 – 15 tahun tergantung individu masing-masing. Infeksi oportunistik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Di Indonesia, kandidiasis merupakan infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi setelah TB paru. Kejadian kandidiasis dapat digunakan sebagai indikator menurunnya imun. Nistatin menjadi standar pengobatan untuk kandidiasis orofaringeal. Nistatin merupakan obat lama yang masih sering digunakan untuk profilaksis dan pengobatan infeksi Candida. Namun, beberapa penelitian melaporkan bahwa nistatin kurang efektif digunakan sebagai profilaksis dan pengobatan pada infeksi Candida pada seseorang yang mengalami depresi sistem imun.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji profil penggunaan nistatin serta mengidentifikasi kemungkinan “Drug Related Problems” yang terjadi. Penelitian dilakukan secara observasional retrospektif terhadap data Rekam Medik Kesehatan pada periode Januari hingga Desember 2014. Terdapat 40 pasien yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 26 orang (65%) pria dan 14 orang (35%) wanita. Distribusi usia pasien paling banyak terjadi pada usia 26 hingga 30 tahun yaitu 7 orang (18%) pria dan 6 orang (15%) wanita. Jenis kandidiasis yang paling banyak dialami oleh pasien yaitu kandidiasis oral sebanyak 21 orang (53%). Terdapat 11 pasien (27%) yang mendapatkan terapi nistatin tunggal, 28 pasien (70%) mendapatkan terapi nistatin secara kombinasi, serta 1 pasien (3%) mengalami penggantian terapi nistatin ke antifungi lain. Pilihan terapi kombinasi untuk kandidiasis di RSUD Dr. Saiful Anwar adalah nistatin dan flukonazol. Penggunaan nistatin tunggal yang paling banyak diberikan (3x300.000 UI) PO dan (4x100.000 UI) PO masing-masing pada 4 pasien (21%) sedangkan pada kombinasi yaitu nistatin (4x300.000 UI) PO + flukonazol (1x400 mg) IV pada 7 pasien (24%).
Dosis nistatin untuk kandidiasis oral atau orofaring adalah 100.000 UI per oral 4 kali sehari setelah makan, minimal 7 hari, dapat dilanjutkan 48 jam setelah lesi sembuh. Pada pasien immunosuppressed mungkin dibutuhkan 500.000 UI PO atau lebih 4 kali sehari (PIONas, 2015). Ditemukan DRP pemberian nistatin tunggal pada 8 pasien (20%) dan kombinasi dengan flukonazol pada 11 pasien (28%) tidak sesuai dengan dosis pada literatur yaitu (3x100.000 UI) PO, (3x200.000 UI) PO, (3x300.000 UI) PO, (3x350.000 UI) PO, dan (3x500.000 UI) PO. Perlu dilakukan pengkajian ulang terkait dosis pemberian nistatin yang sesuai pada pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga lebih mudah untuk mengidentifikasi DRP aktual secara langsung dibandingkan dengan retrospeksi karena adanya keterbatasan dalam penulisan Rekam Medik Kesehatan
Actions (login required)
|
View Item |