EDI HANDOJO, S.H., 03171453065 (2019) PEMBATASAN JANGKA WAKTU STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA. Thesis thesis, Universitas Airlangga.
Text (abstrak)
abstrak.pdf Download (43kB) |
|
Text (full text)
full text.pdf Restricted to Registered users only until 15 March 2022. Download (593kB) | Request a copy |
Abstract
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif (legal research), dengan menggunakan pendekatan masalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Permasalahan dalam tesis ini adalah: Bagaimanakah kepastian hukum jangka waktu penetapan status tersangka dan Bagaimana fungsi koordinasi penegak hukum dalam rangka pentapan status tersangka pada proses penyidikan tindak pidana. Salah satu cara untuk mendapatkan kepastian hukum terkait penetapan status tersangka yang berlangsung lama adalah dengan gelar perkara. Gelar perkara pada tahap akhir penyidikan ini bertujuan untuk evaluasi proses penyidikan yang telah dilaksanakan, pemecahan masalah atau hambatan penyidikan, menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada penuntut umum atau dihentikan. Jika dalam gelar perkara diputuskan bahwa berkas perkara pidana tersebut tidak layak untuk dilimpahkan ke penuntut umum atau harus dihentikan, maka penyidik wajib mengirimkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (disingkat SP3) kepada pelapor, JPU dan tersangka atau penasihat hukumnya. Apabila SP3 sudah diterima oleh tersangka, maka dengan sendirinya status tersangkanya secara yuridis sudah berakhir. Koordinasi Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik Kepolisian dapat dijadikan suatu kegiatan yang berfungsi sebagai pengawasan penyidikan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum. Pengawasan dari penuntut umum dapat mengurangi peluang penyidik untuk bertindak sewenang-wenang dalam proses penyidikan, sehingga sangat tepat apabila SPDP wajib diserahkan kepada penuntut umum sesegera mungkin sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU-XIII/2015 yang isinya memberikan waktu tujuh hari kepada penyidik untuk menyerahkan SPDP kepada jaksa penuntut umum. Tidak hanya kepada jaksa penuntut umum saja, penyidik juga harus menyerahkan SPDP kepada pelapor atau korban tindak pidana. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 juga memberikan kepastian hukum bahwa, jika penyidik tidak memberikan SPDP kepada jaksa penuntut umum maka penyidikannya dapat batal demi hukum.
Item Type: | Thesis (Thesis) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK TH 12/19 Han p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | Jangka waktu status tersangka, Penyidikan tindak pidana | ||||||
Subjects: | H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare > HV1-9960 Social pathology. Social and public welfare. Criminology > HV6001-7220.5 Criminology | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Magister Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Unnamed user with email indah.fatma@staf.unair.ac.id | ||||||
Date Deposited: | 15 Mar 2019 07:38 | ||||||
Last Modified: | 15 Mar 2019 07:38 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/81109 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |