Ansori
(2013)
MEDIASI SEBAGAI MEKANISME ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN (STUDI KASUS : PENCEMARAN LINGKUNGAN DI TEMBOK DUKUH SURABAYA).
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Adanya banyak kendala penegakan hukum lingkungan, khususnya mengenai
substansi hukum itu sendiri. Para ahli analisis kebijaksanaan publik merumuskan bahwa
kesangkilan atau kemangkusan penegakan suatu produk peraturan perundang-undangan
termasuk UULH ini dipengaruhi oleh variable-variabel antara lain :
Pertama, variabel-variabel di luar undang-undang, yang didalamnya terkait variabel-variabel
mudah-tidaknya masalah itu dikendalikan. Termasuk dalam hal ini adalah persoalan
keanekaragaman perilaku kelompok sasarannya, kesukaran-kesukaran teknis terkait dengan
penegakan peraturannya, dukungan publik terhadap peraturan perundang-undangan,
kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan pejabat pelaksana.
Kedua, variabel-variabel substansif undang-undang, yang didalamnya terkait permasalahan
konsistensi tujuan, keterpaduan hierarki-titik veto sanksi, akses formal dan evaluasi oleh
pihak luar.
Ketiga, tahap-tahap yang ada dalam proses implementasinya (variabel tergantung), yang di
dalamnya terkait persoalan-persoalan out put kebijaksanaan dari badan pelaksana, kepatuhan
kelompok-kelompok sasaran terhadap putusan badan pelaksana, dampak nyata keputusan
badan pelaksana, persepsi terhadap dampak keputusan tersebut dan akses perubahan
perundang-undangan.
Persepsi yang merata (prevalent) di kalangan aparat pemda dan instansi sektoral
(Departemen Perindustrian beserta Kanwil dan Kandepnya dan BKPM atau BKPMD), bahwa
tindakan tegas konsisten terhadap pencemar lingkungan di kalangan perusahaan industri
dikhawatirkan menyebabkan penurunan angka pertumbuhan industri dan investasi. Padahal
tolok ukur keberhasilan aparat instansi-instansi tersebut adalah pencapaian target
pertumbuhan industri dan investasi yang dicanangkan dari pemerintah pusat. Hal ini mengakibatkan instansi-instansi pemda dan sektoral memberikan toleransi yang berlebihan
pada industri yang nyata-nyata telah mencemari dan merugikan warga masyarakat.
Kenyataan demikian tidak bisa dipungkiri dalam setiap penegakan hukum, terutama
dalam penegakan hokum lingkungan di pengadilan. Penyelesaian di pengadilan sering
dihadapkan pada persoalan struktural-politis, yang membuat lembaga peradilan tidak otonom.
Adanya kendala-kendala yang melekat pada proses pengadilan dalam menangani kasus-kasus
lingkungan, telah mengecewakan para pihak yang yang menjadi korban khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Adanya kendala tersebut, ternyata telah pula menimbulkan
kesadaran masyarakat bahwa pengadilan tidak selalu menjadi forum terbaik untuk
menyelesaikan sengketa. Timbulnya kesadaran itu telah pula mendorong para sarjana untuk
mengkaji pengembangan mekanisme-mekanisme alternative penyelesaian sengketa
lingkungan. Salah satu di antara berapa bentuk mekanisme alternatif penyelesaian sengketa
lingkungan adalah mediasi.
Actions (login required)
|
View Item |