SARAH SELFINA KUAHATY
(2008)
KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM KONTRAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan daerah kewenangan untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk di dalamnya penyediaan pelayanan publik berupa pembangunan infrastrukur. Adanya kebebasan dan keleluasaan dalam pembangunan infrastruktur justru menimbulkan permasalahan berkaitan dengan pemerataan pembangunan antar daerah sekitar karena pendapatan daerah untuk masing-masing daerah berbeda. Daerah dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur juga harus memperhatikan kesesuaian dengan tata ruang daerah di sekitarnya. Untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan pemerintahan tersebut, maka daerah-daerah dapat bekerjasama dengan membentuk Badan Kerjasama Antar Daerah. Dalam tesis ini isu hukum yang dikaji (1) Kedudukan Badan Kerjasama Antar Daerah dalam pengadaan barang/jasa pemerintah; (2) Pengadaan jasa konstruksi oleh Badan Kerjasama Antar Daerah. Pengkajian dilakukan secara normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam kajian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pelaksanaan tugas Badan Kerjasama Antar Daerah harus didasarkan pada wewenang yang dimiliki. Pasal 195 dan pasal 196 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai dasar hukum kerjasama antar daerah tidak menyebutkan wewenang Badan Kerjasama Antar Daerah. Tetapi bila dilihat dari tujuan yang ingin dicapai serta struktur dan keanggotaan yang terdiri dari Kepala Daerah dan perangkatnya, maka dapat dimaknai bahwa wewenang Badan Kerjasama Antar Daerah merupakan bagian dari wewenang pemerintah daerah, maka sumber wewenang Badan Kerjasama Antar Daerah merupakan delegasi wewenang. Berkaitan dengan pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang/jasa oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 (baca: Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2003) beserta perubahan-perubahannya, maka Badan Kerjasama Antar Daerah dalam melaksanakan kegiatan pengadaan barng/jasa dapat bertindak sebagai pengguna anggaran. Walaupun pelaksanaan pembangunan infrastruktur itu dilaksanakan sendiri oleh masing-masing daerah karena hal ini berkaitan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari APBD, tetapi keterlibatan pemerintah daerah dalam pengadaan tersebut sekaligus merupakan keterlibatan Badan Kerjasama Antar Daerah. Pembangunan infrastruktur yang berada dalam ranah jasa konstruksi, harus tunduk pada ketentuan mengenai jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 yang dalam pelaksanaannya melalui tahap persiapan, tahap penyusunan dan penandatangan kontrak, dan tahap pelaksanaan. Dalam tahap persiapan ini Pengguna Anggaran mengangkat seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan membentuk panitia/Pejabat Pengadaan yang bertugas untuk memilih penyedia jasa yang meliputi penyedia jasa perencana konstruksi, penyedia jasa pelaksana konstruksi dan penyedia jasa pengawas konstruksi, dengan berpatokan pada prosedur pemilihan penyedia jasa sebagaimana yang diatur dalam ketentuan mengenai pengadaan. Penyedia jasa yang terpilih bersama dengan Pejabat Pembuat Komitmen mengikatkan diri dalam suatu kontrak kerja konstruksi, yang menjadi dasar bagi penyedia jasa dalam melaksanakan pengadaannya sesuai dengan jenis dan prosedurnya. Hasil pengadaan penyedia jasa perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi kemudian diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen. Tanggungjawab penyedia jasa tidak berakhir pada saat penyerahan hasil pengadaan, karena untuk pekerjaan jasa konstruksi ada masa tanggungan dengan jangka waktu maksimum 10 tahun sesuai dengan umur konstruksi dan penyedia jasa konstruksi baru berakhir tanggungjawabnya setelah selesainya masa tanggungan.
Actions (login required)
|
View Item |